My Pages

12/28/2018

Mimpi yang Aneh


Pintunya sudah semakin dekat jaraknya denganku. Beberapa langkah terakhir kuambil untuk mencapai gagang pintu yang sudah tidak sabar ingin kugapai. Setelah benar-benar sadar bahwa aku sudah berada pada jangkauan gagang pintu, baru kusadari bahwa pintu ini berwarna keputihan.

            Kenapa pintu ini bisa terlihat jelas warnanya?

Pikiran ini terlintas pada benakku. Tentu ini adalah hal yang tidak wajar, mengingat bahwa tidak ada cahaya sedikitpun yang kulihat. Dalam perjalanan menuju pintu ini, tak ada secercah cahaya pun yang dapat kulihat. Lantas, mengapa aku sekarang bisa melihat pintu berwarna putih ini? Nyaris saja tanganku menggapai gagang pintu itu yang akan kubuka. Lenganku terhenti beberapa senti darinya.

Apakah ini langkah yang tepat?

Keraguan jelas muncul dari alam bawah sadarku. Sudah banyak kejanggalan yang terjadi di tempat ini. Misalnya saja tempat ini penuh dengan kegelapan, dan tempat ini sama sekali tak berbenda. Aku bahkan tidak bisa merasakan benda padat yang bisa kupegang; ruangan ini benar-benar kosong. Terpaan anginpun tidak dapat kurasakan. Mungkin saja karena tempat ini adalah ruangan yang sangat luas. Lalu, kupikir tempat ini adalah gua yang sangat luas.

            Mana mungkin ruangan seluas ini adalah gua!



Logikaku mulai bereaksi. Maksudku, aku bahkan tidak tersandung stalagmit, batuan gua menonjol yang ada di bawah gua. Juga, aku tidak dapat mencium aroma khas gua yang lembab dan terkesan, kotor. Terlebih lagi, tidak mungkin jalan keluar dari sebuah gua adalah pintu yang jelas-jelas tidak masuk akal keberadaannya.

Kehadiran pintu berwarna putih ini memporak poranda pemikiranku. Benarkah ini adalah pintu yang akan mengantarkanku ke tempat yang akan lebih baik dari tempat ini? Bagaimana kalau di luar sana sudah ada penjahat yang siap mencegahku keluar dari tempat ini? Bagaimana kalau tempat itu bahkan jauh lebih menyeramkan dari tempat ini? Pikiranku semakin menjadi-jadi.
Namun, jika aku tidak membulatkan tekadku untuk membuka pintu ini, bisa jadi aku akan berada di tempat ini selama waktu yang tidak terbatas. Dimanapun aku melihat, hanya pintu ini yang bercahaya, maksudku, yang memberikan jawaban atas keingintahuanku mencari tempat yang lebih baik dari tempat ini.

Lebih baik jika aku memastikan ruangan macam apa yang menantiku di sisi lain pintu ini. Lalu, aku mendekatkan mataku ke lubang kunci, ke tempat yang memunculkan cahaya paling terang. Di waktu kucoba untuk mengintip jawaban itu, semua kegelapan yang tadinya menyelimutiku, kini berubah perlahan, menjadi sekumpulan cahaya yang terang, makin terang, dan... sangat terang.
Dan saat seluruh ruangan yang tadinya berwarna putih, sekarang berangsur-angsur berubah menjadi suatu pemandangan yang jauh lebih masuk akal.

            “Mimpi..?”

Aku terbangun selayaknya setiap anak di dunia yang terbangun dari mimpinya. Kuusapkan kedua mataku menggunakan kedua tanganku. Badanku yang tadinya merebah, sekarang sudah terbangun setengah badan. Namun, pemandangan sekitar sungguh diluar nalar.

            “Dimana aku?”

Saat kucoba untuk melihat sekeliling, pohon besar melambung tinggi ada di sekitarku. Ada juga bebatuan kecil dan besar berkeliaran tersanding di pohon-pohon. Saat kutatapi langit, hanya ada sedikit cahaya yang masuk ke tempat ini. Kucoba melihat sekeliling sekali lagi, tidak ada tanda-tanda kehadiran manusia lain.

            “Apakah ini juga semacam mimpi lain?” Ungkapku meyakinkan diri.

Untuk menguji kebenaran hipotesis itu, aku mengumpulkan tenagaku untuk memastikan keyakinan itu. Ibu jari dan telunjuk tangan kananku kudekatkan ke sisi tangan yang lainnya. Di saat tangan kananku sudah berada di punggung tanganku yang lainnya, kuambil sebagian kecil kulit punggung tangan kiriku; aku mencubitnya.

            “Tidak sakit...”

Ternyata benar, ini adalah mimpi lain yang kulihat. Sepertinya aku terjebak pada dunia mimpi paralel. Belum pernah kualami mimpi semacam ini seumur hidupku. Biasanya, saat aku bermimpi, apabila ada sedikit saja kejanggalan, aku bisa langsung terbangun dari mimpi itu. Apakah ini terjadi karena faktor pubertas? Tentu saja itu adalah hal yang mungkin. Usiaku sekarang ini memanglah masa transisi remaja-dewasa. Kurasa, semua kejadian janggal ini mulai masuk akal.

            Sekalian saja kunikmati mimpi ini sampai akhir...

Aku melangkahkan kakiku ke depan. Pemandangan alam hijau yang kaya akan flora berada di sepanjang jalan. Ada sebagian besar tumbuhan yang kukenal, namun kebanyakan dari nama tumbuhan itu tidak tercatat dalam ingatanku. Kutatap langit sekali lagi. Daun-daun pepohonan memang terlihat begitu lebat.

            “Kwaaakk!”

Tiba-tiba saja, kulihat sesosok hewan besar terbang di udara. Itu adalah elang. Bisa kudengar suara elang itu sedang mendeklarasikan kekuatannya. Terbangnya yang tidak tinggi membuatku bisa melihat makhluk itu dengan jelas. Sayapnya lebar dengan ekor pendek dan membulat ketika membentang. Bagian kepala, leher dan dadanya berwarna putih. Sisanya berwarna merah bata pucat. Lalu, bagian ujung bulu primernya berwarna hitam. Dan, tungkainya berwarna kuning.

            “Ha-halo.” Ucapku tanpa pikir panjang.

Nampaknya sekarang ia menyadari kehadiranku. Mata itu tertuju pada sesuatu yang tidak kuketahui. Sepertinya dia sedang waspada. Gerak-geriknya begitu terencana. Kedua matanya yang tajam sedang menatap ke tanah. Sepertinya dia sedang mencari mangsa. Tetapi, tidak ada makhluk hidup selain kami sejauh mata memandang.

            Ada sesuatu yang tidak beres dengan elang ini.

Pergerakannya semakin agresif. Sayapnya ia bentangkan dengan lebar, seolah-olah sedang menakuti buruannya. Kucoba lagi untuk mencari tanda-tanda kehidupan lain selain diriku, tetapi aku gagal. Aku tak menemukan adanya jenis kehidupan lain yang memungkinkan adanya mangsa elang itu.
            “A-Apa yang sedang kaucari, tuan elang?” sapaku tergagap.

Bodoh, tentu saja ia tak akan menjawab. Semua orang waras pastinya berpikir bahwa elang tidak ditakdirkan untuk bisa berbicara dengan bahasa manusia. Dan aku adalah salah satunya. Aku bukanlah tipe orang yang suka berpikir keras. Yang kusuka adalah, menikmati alam dan keindahannya. Tetapi sekarang bukanlah saat yang tepat untuk darmawisata. Saat ini aku sedang dalam bahaya!

            “Kwaaakk!”

Aku masih terpaku di tempat ini. Aku takut jika hewan buas ini akan menerkamku karena aku membuat pergerakan yang tiba-tiba. Cepat-cepat kupikirkan ide yang bisa menyelamatkan nyawaku. Saat ini, ada dua kemungkinan yang bisa saja terjadi. Satu, aku selamat dari serangan hewan pemakan daging ini dengan luka perang yang dalam. Atau dua, aku selamat karena semua ini hanyalah mimpi. Tetapi, pilihan kedua ini akan membuatku terhenti dari petualangan yang menantang ini.

            “Kwaaakk!”

Aku tidak takut. Tentu saja tidak! Maksudku, ini semua hanyalah mimpi. Semakin lama aku berpikir, semakin dekat waktuku diserang. Untuk kesekian kalinya, aku mencoba melihat ke tanah. Memang tidak ada makhluk hidup lain selain diriku. Namun, aku melihat ada sebuah ranting besar di sisi kananku. 

Itu dia! Aku bisa menyerangnya dengan itu.

Sayangnya tongkat itu berada di luar jangkauan tanganku. Pelan-pelan aku mendekat pada tongkat itu sambil mencuri-curi pandang ke ranting besar itu. Aku mencoba bergerak sangat tenang, agar elang itu tidak menaruh kecurigaan padaku. Pelan-pelan, sangat tenang. Keringatku nampak bercucuran ke dahiku. Tetapi, hanya dengan beberapa langkah lagi, aku bisa mendapatkan ranting itu sebagai senjata untuk melawan elang ini.

            “Kwaaakk!”

Elang itu mulai terbang menikuk rendah. Kedua mataku jatuh melekat padanya. Seluruh pembuluh darahku terasa mengalir dengan deras. Aku tidak bisa bergerak!

            “Kwaaakk!”

4 comments:

  1. Tindihen po?

    Eh btw kadang aku jg sadar kalo lagi di alam mimpi... Maksudnya di mimpi itu kadang aku sadar kalo itu hanya mimpi, kadang jg engga...
    Tp aku ga pernah nyubit tangan pas di mimli untuk memastikan itu mimpi atau bukan.. Kok tokoh "aku" bisa ya?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Disini diceritakan mengenai perspektif seorang anak yang cukup "sadar" untuk memahami dan memastikan situasinya. Salah satu caranya adalah dengan memberikan sensasi pada indra perabanya. Terima kasih sudah berkunjung!

      Delete
    2. Kisah gadis muda ini memang terinspirasi dari istilah 'tindihen' seperti yang kamu pikirkan. Tetapi saya mengubah sedikit konsep tindihen tersebut menjadi situasi yang lebih fresh.

      Delete
  2. Great post. Bisa jadi bacaan di saat santai dan ada waktu luang. Keep posting friend.

    ReplyDelete

Something or anything can just be added below if there's any question.

Ads Inside Post