Pintunya sudah semakin dekat jaraknya denganku. Beberapa langkah terakhir
kuambil untuk mencapai gagang pintu yang sudah tidak sabar ingin kugapai.
Setelah benar-benar sadar bahwa aku sudah berada pada jangkauan gagang pintu,
baru kusadari bahwa pintu ini berwarna keputihan.
Kenapa pintu ini bisa terlihat jelas warnanya?
Pikiran ini terlintas pada benakku. Tentu ini adalah hal yang tidak wajar,
mengingat bahwa tidak ada cahaya sedikitpun yang kulihat. Dalam perjalanan
menuju pintu ini, tak ada secercah cahaya pun yang dapat kulihat. Lantas,
mengapa aku sekarang bisa melihat pintu berwarna putih ini? Nyaris saja tanganku
menggapai gagang pintu itu yang akan kubuka. Lenganku terhenti beberapa senti
darinya.
Apakah
ini langkah yang tepat?
Keraguan jelas muncul dari alam bawah sadarku. Sudah banyak kejanggalan
yang terjadi di tempat ini. Misalnya saja tempat ini penuh dengan kegelapan,
dan tempat ini sama sekali tak berbenda. Aku bahkan tidak bisa merasakan benda
padat yang bisa kupegang; ruangan ini benar-benar kosong. Terpaan anginpun
tidak dapat kurasakan. Mungkin saja karena tempat ini adalah ruangan yang
sangat luas. Lalu, kupikir tempat ini adalah gua yang sangat luas.
Mana mungkin ruangan seluas ini adalah gua!
Logikaku mulai bereaksi. Maksudku, aku bahkan tidak tersandung stalagmit, batuan gua menonjol yang ada
di bawah gua. Juga, aku tidak dapat mencium aroma khas gua yang lembab dan
terkesan, kotor. Terlebih lagi, tidak mungkin jalan keluar dari sebuah gua
adalah pintu yang jelas-jelas tidak masuk akal keberadaannya.
Kehadiran pintu berwarna putih ini memporak poranda pemikiranku. Benarkah
ini adalah pintu yang akan mengantarkanku ke tempat yang akan lebih baik dari
tempat ini? Bagaimana kalau di luar sana sudah ada penjahat yang siap mencegahku
keluar dari tempat ini? Bagaimana kalau tempat itu bahkan jauh lebih
menyeramkan dari tempat ini? Pikiranku semakin menjadi-jadi.
Namun, jika aku tidak membulatkan tekadku untuk membuka pintu ini, bisa
jadi aku akan berada di tempat ini selama waktu yang tidak terbatas. Dimanapun
aku melihat, hanya pintu ini yang bercahaya, maksudku, yang memberikan jawaban atas keingintahuanku mencari
tempat yang lebih baik dari tempat ini.
Lebih baik jika aku memastikan ruangan macam apa yang menantiku di sisi
lain pintu ini. Lalu, aku mendekatkan mataku ke lubang kunci, ke tempat yang
memunculkan cahaya paling terang. Di waktu kucoba untuk mengintip jawaban itu,
semua kegelapan yang tadinya menyelimutiku, kini berubah perlahan, menjadi
sekumpulan cahaya yang terang, makin terang, dan... sangat terang.
Dan saat seluruh ruangan yang tadinya berwarna putih, sekarang
berangsur-angsur berubah menjadi suatu pemandangan yang jauh lebih masuk akal.
“Mimpi..?”
Aku terbangun selayaknya setiap anak di dunia yang terbangun dari mimpinya.
Kuusapkan kedua mataku menggunakan kedua tanganku. Badanku yang tadinya
merebah, sekarang sudah terbangun setengah badan. Namun, pemandangan sekitar
sungguh diluar nalar.
“Dimana aku?”
Saat kucoba untuk melihat sekeliling, pohon besar melambung tinggi ada di sekitarku. Ada juga bebatuan kecil dan besar berkeliaran tersanding
di pohon-pohon. Saat kutatapi langit, hanya ada sedikit cahaya yang masuk ke
tempat ini. Kucoba melihat sekeliling sekali lagi, tidak ada tanda-tanda
kehadiran manusia lain.
“Apakah ini juga semacam
mimpi lain?” Ungkapku meyakinkan diri.
Untuk menguji kebenaran hipotesis itu, aku mengumpulkan tenagaku untuk
memastikan keyakinan itu. Ibu jari dan telunjuk tangan kananku kudekatkan ke
sisi tangan yang lainnya. Di saat tangan kananku sudah berada di punggung
tanganku yang lainnya, kuambil sebagian kecil kulit punggung tangan kiriku; aku
mencubitnya.
“Tidak sakit...”
Ternyata benar, ini adalah mimpi lain yang kulihat. Sepertinya aku terjebak
pada dunia mimpi paralel. Belum pernah kualami mimpi semacam ini seumur
hidupku. Biasanya, saat aku bermimpi, apabila ada sedikit saja kejanggalan, aku
bisa langsung terbangun dari mimpi itu. Apakah ini terjadi karena faktor
pubertas? Tentu saja itu adalah hal yang mungkin. Usiaku sekarang ini memanglah
masa transisi remaja-dewasa. Kurasa, semua kejadian janggal ini mulai masuk
akal.
Sekalian saja kunikmati mimpi ini sampai akhir...
Aku melangkahkan kakiku ke depan. Pemandangan alam hijau yang kaya akan
flora berada di sepanjang jalan. Ada sebagian besar tumbuhan yang kukenal,
namun kebanyakan dari nama tumbuhan itu tidak tercatat dalam ingatanku. Kutatap
langit sekali lagi. Daun-daun pepohonan memang terlihat begitu lebat.
“Kwaaakk!”
Tiba-tiba saja, kulihat sesosok hewan besar terbang di udara. Itu adalah
elang. Bisa kudengar suara elang itu sedang mendeklarasikan kekuatannya. Terbangnya
yang tidak tinggi membuatku bisa melihat makhluk itu dengan jelas. Sayapnya
lebar dengan ekor pendek dan membulat ketika membentang. Bagian kepala, leher
dan dadanya berwarna putih. Sisanya berwarna merah bata pucat. Lalu, bagian
ujung bulu primernya berwarna hitam. Dan, tungkainya berwarna kuning.
“Ha-halo.” Ucapku tanpa
pikir panjang.
Nampaknya sekarang ia menyadari kehadiranku. Mata itu tertuju pada sesuatu
yang tidak kuketahui. Sepertinya dia sedang waspada. Gerak-geriknya begitu
terencana. Kedua matanya yang tajam sedang menatap ke tanah. Sepertinya dia
sedang mencari mangsa. Tetapi, tidak ada makhluk hidup selain kami sejauh mata
memandang.
Ada sesuatu yang tidak beres dengan elang ini.
Pergerakannya semakin agresif. Sayapnya ia bentangkan dengan lebar,
seolah-olah sedang menakuti buruannya. Kucoba lagi untuk mencari tanda-tanda
kehidupan lain selain diriku, tetapi aku gagal. Aku tak menemukan adanya jenis
kehidupan lain yang memungkinkan adanya mangsa elang itu.
“A-Apa yang sedang
kaucari, tuan elang?” sapaku tergagap.
Bodoh, tentu saja ia tak akan menjawab. Semua orang waras pastinya berpikir bahwa elang tidak ditakdirkan untuk bisa
berbicara dengan bahasa manusia. Dan aku adalah salah satunya. Aku bukanlah
tipe orang yang suka berpikir keras. Yang kusuka adalah, menikmati alam dan
keindahannya. Tetapi sekarang bukanlah saat yang tepat untuk darmawisata. Saat
ini aku sedang dalam bahaya!
“Kwaaakk!”
Aku masih terpaku di tempat ini. Aku takut jika hewan buas ini akan
menerkamku karena aku membuat pergerakan yang tiba-tiba. Cepat-cepat kupikirkan
ide yang bisa menyelamatkan nyawaku. Saat ini, ada dua kemungkinan yang bisa
saja terjadi. Satu, aku selamat dari serangan hewan pemakan daging ini dengan luka
perang yang dalam. Atau dua, aku selamat karena semua ini hanyalah mimpi. Tetapi,
pilihan kedua ini akan membuatku terhenti dari petualangan yang menantang ini.
“Kwaaakk!”
Aku tidak takut. Tentu saja tidak! Maksudku, ini semua hanyalah mimpi. Semakin
lama aku berpikir, semakin dekat waktuku diserang. Untuk kesekian kalinya, aku
mencoba melihat ke tanah. Memang tidak ada makhluk hidup lain selain diriku. Namun,
aku melihat ada sebuah ranting besar di sisi kananku.
Itu dia! Aku bisa menyerangnya dengan itu.
Itu dia! Aku bisa menyerangnya dengan itu.
Sayangnya tongkat itu berada di luar jangkauan tanganku. Pelan-pelan aku
mendekat pada tongkat itu sambil mencuri-curi pandang ke ranting besar itu. Aku
mencoba bergerak sangat tenang, agar elang itu tidak menaruh kecurigaan padaku.
Pelan-pelan, sangat tenang. Keringatku nampak bercucuran ke dahiku. Tetapi, hanya
dengan beberapa langkah lagi, aku bisa mendapatkan ranting itu sebagai senjata
untuk melawan elang ini.
“Kwaaakk!”
Elang itu mulai terbang menikuk rendah. Kedua mataku jatuh melekat padanya.
Seluruh pembuluh darahku terasa mengalir dengan deras. Aku tidak bisa bergerak!
“Kwaaakk!”
Tindihen po?
ReplyDeleteEh btw kadang aku jg sadar kalo lagi di alam mimpi... Maksudnya di mimpi itu kadang aku sadar kalo itu hanya mimpi, kadang jg engga...
Tp aku ga pernah nyubit tangan pas di mimli untuk memastikan itu mimpi atau bukan.. Kok tokoh "aku" bisa ya?
Disini diceritakan mengenai perspektif seorang anak yang cukup "sadar" untuk memahami dan memastikan situasinya. Salah satu caranya adalah dengan memberikan sensasi pada indra perabanya. Terima kasih sudah berkunjung!
DeleteKisah gadis muda ini memang terinspirasi dari istilah 'tindihen' seperti yang kamu pikirkan. Tetapi saya mengubah sedikit konsep tindihen tersebut menjadi situasi yang lebih fresh.
DeleteGreat post. Bisa jadi bacaan di saat santai dan ada waktu luang. Keep posting friend.
ReplyDelete